Notification

×

PW Ansor NTB Ungkap Jejak Dalang Dana Siluman di DPRD NTB dalam Forum Jum'at Menggugat

8/16/25 | 8/16/2025 WIB | 2025-08-16T03:00:23Z


MATARAM - Pengurus Wilayah GP Ansor NTB bersama Lembaga Bantuan Hukum GP Ansor NTB, menggelar diskusi bertemakan ”Dana Siluman DPRD NTB, Siapa Dalangnya??”. Diskusi tersebut bagian dari program Jumat Menggugat yang dihajatkan PW Ansor NTB sebagai majelis wawasan.

Diskusi Jumat Menggugat digelar di Tuwa Kawa Coffe & Roestery pada Jumat (15/8) malam. Lebih dari 100 tamu hadir dalam diskusi yang tidak menyertakan undangan resmi ini. Mereka yang hadir berasal dari kalangan akademisi, politisi, aktivis, praktisi hukum, organisasi kepemudaan, mahasiswa, dan juga para pegiat organisasi non pemerintah atau NGO.

Didaulat Ketua LBH Ansor NTB Abdul Majid, Ketua PW Ansor NTB Dr. Irpan Suriadinata membuka langsung diskusi ini. Akademisi Universitas Nahdlatul Ulama NTB ini menegaskan, kasus dana siluman dari program Pokok Pikiran (Pokir) di DPRD NTB yang kini sedang diusut oleh Kejaksaan Tinggi NTB, begitu menyedot perhatian publik Bumi Gora.

”Dana siluman ini harus diurai. Kebenaran harus dibuka,” kata Dr Irpan.

Dia menekankan, diskusi Jumat Menggugat ini menjadi saksi bahwa diam bukan pilihan ketika dana siluman di lembaga wakil rakyat telah mencabik-cabik nurani publik. Tokoh muda NTB kelahiran Dompu ini tak menampik jika dalam diskusi pasti muncul berbagai pendapat dari sudut pandang berbeda. Namun, perbedaan-perbedaan sudut pandang tersebut dinilainya sebagai hal yang lumrah.

”Forum diskusi ini kan hadir untuk mempertemukan gagasan. Bukan memisahkan persaudaraan,” katanya.

Sekadar mengingatkan, kasus dana siluman Pokir DPRD NTB ini bermula dari munculnya informasi ke publik terkait beberapa oknum anggota DPRD NTB yang baru menjabat mengkoordinir pembagian uang kepada rekan-rekannya sesama anggota dewan baru. Uang tersebut merupakan fee dari program yang akan didapatkan anggota dewan baru yang bersumber dari pemotongan program Pokir 39 Anggota DPRD NTB Periode 2019-2024 yang tidak terpilih kembali. 

Setiap anggota dewan baru disebut mendapat program senilai Rp 2 miliar. Namun, mereka tidak diberikan dalam bentuk program, melainkan dalam bentuk uang fee sebesar 15 persen dari total anggaran program tersebut atau setara Rp 300 juta.

Hingga pekan kedua Agustus 2025, Kejati NTB telah memeriksa 11 Anggota DPRD NTB, termasuk ketua dewan. Bahkan, dua legislator sudah secara terang-terangan mendatangi Kejati NTB dan mengembalikan ratusan juta uang yang sebelumnya disebut sebagai dana siluman tersebut. Kendati begitu, proses di Kejati NTB belum naik ke penyidikan.

*Tiga Pembicara Utama*

Diskusi yang dimoderatori Ketua DPD KNPI NTB Taufik Hidayat ini menghadirkan tiga narasumber utama. Mereka adalah Direktur Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) NTB Ramli Ernanda, Anggota DPRD NTB periode 2019-2024 Nurdin Ranggabarani, dan Aktivis Perempuan NTB Uswatun Hasanah. Pembicara lainnya, TGH Najamudin Mustafa, berhalangan hadir karena kondisi kesehatan.

Mengawali diskusi, Taupik Hidayat menyampaikan pemantik bagaimana kasus dana siluman di DPRD NTB ini masih tahap penyelidikan di Kejati NTB. Akan tetapi, mulai terungkap kalau uang yang diterima anggota dewan baru jumlahnya beragam. Namun begitu, siapa pemberi uang, masih belum terungkap gamblang. Taufik pun meminta pandangan Direktur FITRA NTB apakah ini fenomena lazim, lumrah, atau persoalan besar.

Ramli pun mengurai bagaimana politik anggaran di NTB. Munculnya dana siluman di DPRD NTB disebutnya tak lepas dari dinamika politik luar biasa yang terjadi di NTB. Dinamika tersebut adalah 39 Anggota DPRD NTB tidak terpilih kembali dalam Pemilu 2024. Lalu, senyampang dengan itu, NTB juga dipimpin Gubernur dan Wakil Gubernur yang baru pula setelah petahana tumbang. Situasi diperparah pula mengingat dalam dua tahun terakhir, perumusan APBD NTB dinilainya sangatlah buruk. APBD 2025 misalnya menjadi APBD yang pembahasannya super kilat.

”Ini yang membuat dana siluman ini muncul ke permukaan. Anggaran itu bukan sesuatu yang ahistoris. Ada dokumen, ada angka-angka,” kata Ramli.

Ramli menyebut, politik anggaran di NTB sangat lekat dengan pertarungan kepentingan. Sementara masyarakat hanya ditempatkan di luar arena. Karena itu, langkah Kejati NTB yang kini mengusut kasus dana siluman di DPRD NTB ini sangat diapresiasi.

”Melihat polemik yang menyertai dana siluman di DPRD NTB ini, kita sebetulnya sudah bisa mengambil kesimpulan siapa yang bermain,” kata Ramli.

Setelah Ramli, moderator kemudian menyilakan aktivis perempuan NTB Uswatun Hasanah untuk memberi pandangan. Uswatun yang karib disapa Badai ini pun langsung to the point. Dia menyampaikan kalau kasus dugaan korupsi ini kini sudah tidak layak disebut sebagai dana siluman. Mengingat publik sudah tahu persis ada proses hukum. Sudah 11 wakil rakyat diperiksa. Termasuk Ketua DPRD NTB. Ada dana program Pokir yang dipotong. Lalu ada pula yang terang-terangan mengembalikan uang.

”Ini terang benderang. Bukan siluman. Dugaan korupsi Rp 60 miliar,” tukas Badai tanpa tedeng aling-aling.

Dia menyebut, apa yang dilakukan para pendatang baru di DPRD NTB tersebut sebagai preseden buruk bagi siapa saja. Termasuk generasi muda. Badai pun menuntut agar kasus ini diusut tuntas. Termasuk menangkap figur yang disebutnya ketua kelas, yang mengkoordinir pembagian dana.

Menurut Badai, kasus bagi-bagi dana di DPRD NTB ini terungkap karena pembagian yang tidak merata. Ada anggota dewan baru yang mendapat jumlah besar. Sementara mereka yang menerima dalam jumlah lebih kecil merasa cemburu dan tidak terima. Lalu ribut. Terbuka ke publik. Khalayak luas pun jadi tahu perbuatan busuk para wakilnya.

Badai setuju dengan pandangan bahwa ada andil Gubernur NTB dalam pusaran kasus ini. Apalagi, terbitnya Peraturan Gubernur Nomor 6 Tahun 2025 pada bulan Mei, menjadi pemantik kasus ini. Apakah Gubernur NTB bagian dari dalang? Masih tanda tanya besar.
Nurdin Ranggabarani kemudian mendapat giliran menyampaikan pandangan. Mengawali penyampaiannya, tokoh asal Sumbawa yang pernah lima periode duduk sebagai wakil rakyat ini mengaku miris dengan situasi bagi-bagi uang di DPRD NTB dan bagaimana aktivis pergerakan dan mahasiswa merespons kasus ini.
”Kalau di era dulu, jangankan ada duit berseliweran dan diantar ke sana ke mari. Baru dugaan saja, sudah pecah kaca-kaca DPRD oleh para aktivis dan mahasiswa,” kata Nurdin, yang merupakan salah satu dedengkot Forum Komunikasi Mahasiswa Mataram di era dia masih menempuh pendidikan di Universitas Mataram dulu.

Lalu, siapa dalang kasus dana siluman di dewan? Nurdin menegaskan, tidak ada penerima suap tanpa pemberi suap. Menurut Nurdin, mereka yang menerima uang dan sudah diperiksa Kejati NTB, lalu mengembalikan uang ratusan juta ke Kejati, sudah pasti tahu siapa dalang kasus ini.

”Mereka pasti bertemu. Penyerahan uang terjadi. Bahkan mungkin pakai jabat tangan pula,” tandas Nurdin.
Dia setuju, bahwa asal muasal perkara ini adalah pergeseran Pokir di DPRD NTB. Namun, Nurdin tidak setuju jika Peraturan Gubernur jadi biang kerok. Sebab, ditegaskannya, Gubernur memiliki kewenangan untuk menerbitkan Peraturan Gubernur.
Kendati begitu, Nurdin mengungkapkan, utak atik anggaran, apalagi mengubah dan menggeser, tak bisa sembarangan. Sebagai hal yang dibolehkan, ada mekanisme yang harus dilalui. Yakni melalui persetujuan dan paripurna DPRD NTB. Dalam konteks APBD NTB 2025 yang di dalamnya ada Pokir hak wakil rakyat periode sebelumnya, perubahan dan pergeseran baru bisa dilakukan melalui APBD Perubahan.

Hanya saja, Nurdin menyebut ada pihak-pihak yang tidak sabar. Akhirnya mau mengambil jalan pintas.

”Ketidaksabaran inilah yang akhirnya menimbulkan problem,” kata dia.

Jika Pokir di APBD NTB 2025 masih jadi milik dewan yang lama, Nurdin menegaskan, anggota DPRD NTB yang baru tidak akan rugi apa-apa. Sebab, mereka masih mendapat pokir di tahun setelah ujung jabatannya andai tidak terpilih kembali. Persis seperti saat ini.

Karena itu, Nurdin menuntut aparat penegak hukum mengusut tuntas kasus ini. Dalang kasus ini kata dia, merusak negeri ini dan bersembunyi di balik kekuasaan.

”Siapa pun mereka. Mau eksekutif. Legislatif. Pengusaha hitam. Siapa pun mereka, sepanjang punya niat jahat, kami minta mereka ditangkap,” tandas Nurdin.
Dia menegaskan, aktivis, mahasiswa, dan kaum muda harus bergerak. Saat ini mungkin ada pembagian uang di kalangan wakil rakyat yang nilainya Rp 200 hingga Rp 300 juta. Namun, jika publik diam, suatu saat, para wakil rakyat itu bisa berbagi-bagi uang yang nilainya miliaran secara terang-terangan pula.
*Kawal Kejati NTB*

Usai pandangan dari Nurdin Ranggabarani, diskusi berlanjut dengan penyampaian pandangan dari audiens. Diawali oleh Direktur Sasaka Nusantara, Lalu Ibnu Hajar. Dia menekankan, Kejati NTB yang mengusut kasus ini dinilainya berkinerja lambat. Karena itu, kasus ini harus terus dikawal publik.

”Kejati NTB harus kita dorong bergerak cepat. Jelas-jelas kasus ini ada pejabat yang terlibat. Mereka harus ditindak tegas,” kata Lalu Ibnu.
Behor, aktivis NTPW yang mendapat giliran berikutnya menilai kasus ini bak Segitiga Bermuda untuk menyebut tali temali mereka yang terlibat. Ada eksekutif, legislatif, dan ada pihak ketiga yang bisa jadi operator atau bahkan penyedia uang.
Behor pun mengurai bagaimana bisa muncul Peraturan Gubernur yang mengubah Pokir di APBD yang sudah disahkan dan menjadi DIPA. Padahal tegas aturan menekankan, perubahan hanya dilakukan dalam rangka mengurangi dana perjalanan dinas, biaya rapat-rapat, dan biaya-biaya kegiatan seremonial. Bukan mengubah anggaran prioritas pembangunan.
Sementara itu, politisi Partai Gerindra Syawaluddin setuju dengan pandangan Badai bahwa kasus ini bukan lagi dana siluman. Karena itu, dia menuntut agar Kejati NTB memberi penjelasan kepada publik, megapa kasus ini masih berkutat di proses penyelidikan saja.
Politisi berlatarbelakang aktivis yang karib disapa Aweng ini menyebut sudah ada empat alat bukti sehingga Kejati NTB harusnya sudah menaikkan kasus ini ke penyidikan. Di antaranya karena sudah ada bukti berupa pengembalian uang. Ada bukti berupa pengakuan.
”Tangkap saja. Kalau sudah ditangkap, pasti ngaku semua,” tandas Aweng.
Praktisi hukum DA Malik yang mendapat giliran berbicara berikutnya menginginkan agar publik meletakkan kasus dana siluman di DPRD NTB ini secara proporsional berdasarkan fakta-fakta hukum.
DA Malik menekankan, Gubernur memiliki kewenangan secara atribusi maupun delegasi untuk menerbitkan Peraturan Kepala Daerah terkait APBD. Karena itu, apa yang dilakukan Gubernur sah secara hukum.
Bahwa kemudian, ada pihak-pihak yang memanfaatkan celah untuk kepentingan tertentu, lalu ada proses transaksi uang di balik itu semua, menurut Malik, itu adalah peristiwa hukum yang terpisah dan berbeda.
Menanggapi pandangan dari audiens, Direktur FITRA NTB Ramli Ernanda mengingatkan perlunya mencermati apa yang terjadi. Disebutnya, pergeseran dan perubahan dalam konteks anggaran, adalah dua hal yang berbeda. Pergeseran bisa dilakukan di internal satuan kerja. Sementara perubahan yang berarti ada perpindahan anggaran dari Satker satu ke Satker yang lain, tidak bisa sembarangan karena ada mekanismenya. Harus ada persetujuan DPRD dalam mekanisme paripurna.
Sementara Badai dalam pernyataan pamungkasnya menegaskan pandangannya yang menyebut Gubernur sebagai bagian dari dalang kasus ini. 
”Apalagi, yang saya tahu, Ada yang menyebut-nyebut titipan Gubernur. Ada isu yang merebak seperti itu,” kata Badai.
Dia pun mengajak agar aktivis, OKP, mahasiswa, dan masyarakat, untuk menggalang kekuatan turun ke jalan seperti masyarakat di Kabupaten Pati, agar kasus ini ditangani secara tuntas oleh penegak hukum.
Nurdin Ranggarani juga memberi gambaran lebih detil. Dia memetakan setidaknya ada enam pihak yang menjadi dalang kasus ini. Ada pihak Gubernur, lalu DPRD secara kelembagaan, pemberi dana, penerima dana, penghubung atau operator, dan aktor intelektual.
Dari enam pihak tersebut, kata Nurdin bisa diperas menjadi empat. Karena Gubernur memiliki kewenangan yang sah menerbitkan Pergub, dan di DPRD tidak ada bukti keterlibatan secara kelembagaan, maka tinggal empat pihak. Dari empat pihak yang tersisa itu, bisa diperas menjadi dua. Sehingga tersisa operator dan aktor intelektual.
”Saya terbuka jika Kejati NTB ingin berdiskusi. Kita bisa buka satu per satu,” ucap Nurdin terkait nama-nama operator dan aktor intelektual di balik kasus tersebut.
Selepas pandangan Nurdin, diskusi pun ditutup moderator. Para pembicara dan peserta diskusi berfoto bersama dan membuat video yel-yel yang menuntut agar aparat penegak hukum menangkap dalang dana siluman di DPRD NTB.
Ketua LBH Ansor NTB Abdul Majid mengatakan, Jumat Menggugat akan rutin digelar setiap pekan. Mengingat kasus dana siluman ini masih membetot perhatian publik, Majid masih mengungkapkan, akan ada diskusi berseri bertemakan dana siluman DPRD NTB pekan depan.
”GP Ansor membuka ruang bicara agar kebenaran tak lagi bersembunyi di balik meja. Dana siluman harus dibongkar,” tutup Abdul Majid.(RED).
×